Minggu, 30 Oktober 2011

Meniti Tangga Jannatul Firdaus

Meniti Tangga Jannatul Firdaus

“Semakin tinggi nilai sesuatu, semakin mahal pula harganya. Bila ingin mencapai surga yang tertinggi di akhirat, maka seorang harus pada posisi tertinggi di dunia” (Syeh Muhammad Ahmad Rasyid)

Kita telah melewati detik, menit, jam, hari, pekan, dan tahun-tahun yang cukup panjang dan melelahkan. Semuanya telah berlalu... “Berapa banyak amal yang sudah kita lakukan selama itu ?”

“Dunia hanya tiga hari”, nasehat Imam Hasan Al Basri, ia melanjutkan tiga hari itu adalah :

“Hari kemaren yang sudah berlalu dan kita tidak bisa lagi untuk mengubahnya.
“Hari esok, yang kita tidak tau apakah kita masih diberikan kesempatan di dalamnya, dan.
“Hari ini, kedempatan untuk kita melakukan amal shaleh, maka beramallah sebanyak-banyaknya.

Allah SWT berfirman,

“dan siapakah yang lebih baik perkataannya dari orang yang menyerukan dakwah kepada Allah dan mengerjakan amal shaleh ... ?” (QS. Fushilat : 33)

Rasulullah SAW bersabda,
“Bila Allah memberikan hidayah-Nya seseorang melalui dirimu, maka itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.”

Syeh Abdul Qadir Al Khailani dalam Futuhul Gaib mengatakan,
“Tidak ada kedudukan yang tinggi bagi manusia di dunia kecuali kedudukan menyeru manusia ke jalan Allah. Tidak ada tingkatan yang melebihinya, kecuali tingkatan nubuwwah (kenabian).

Bersyukurlah, bila saat ini kita telah ada dalam barisan orang-orang yang membawa penerangdan lantera didalam kegelapan.

Indah sekali senandung yang oleh para pendahulu kita,
“Dalam hidup ini, kami hanya peengembara. Kami menyambung pengembaraan orang-orang pendahulu kami. Mereka yang lebih dahulu berangkat, memberitahu kami rambu-rambu untuk menempuh perjalanan. Maka kewajiban kami adalah memberitahu kepada orang-orang yang ada dibelakang kami.”

Menyebarkan kebenaran sudah pasti resikonya, tapi semoga kita tidak pernah lari dari medan ini yang menguji kesabaran dan meningkatkan kualitas iman kita. Apa artinya menjaga diri dari kemaksiatan, memiliki sikap amanah, jujur, berbakti dan semua moral baik, bila ia tinggal ditengah-tengah padang pasir / di puncak gunung sendirian? Apakah ada yang mengakui kejujuransebagai akhlak mulia, bila tidak ada orang di sekitarnya, kecuali pohon dan bebatuan.
“Demi Allah orang yang lari perang dari keburukan adalah orang yang melepas semua keutamaan ...” (Wahyu Qalam, 2/97)

Benar-benar suatu kebanggaan saat kita berhasil menolong dan meluruskan langkah mereka ke jalan Allah SWT.

“Duhai hilang rasa laparku, lenyap dahagaku, tidak ada lagi rasa dingin ketika ada seseorang menjadi seperti ini dibawah didikanku” Begitu Abdul Qadir Al Khailani menggambarkan kegembiraannya. (Al Fathur Rabbani)

Mahkota Itu Bercahaya Laksana Matahari

Mahkota Itu Bercahaya Laksana Matahari

“Orang yang menghafal Al-Qur’an, yang mempelajari, dan menerapkan isinya, maka pada hari kiamat ia akan diperkenankan memberi kedua orang tuanya mahkota dari cahaya, sinarnya laksana matahari” (HR. Ahmad)

Ia juga diperkenankan memberi perhiasan kepada orang tuanya. Lalu kedua orang tuanya barkata “Kenapa aku diberi perhiasan seperti ini ?” Malaikat menjelaskan, “Karena anak kalian yang menghapal Al-Qur’an”

Rasulullah SAW dalam sabdanya yang terkenal,
“Setiap anak itu lahir dalam keadaan fitrah, suci, dan bersih. Orang tuanya yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, dan Majusi”.

Pandanglah anak-anak kita saat mereka tidur terlelap, cetuskanlah dalam hati. Bahwa mereka patut mendapat perhatian tinggi dalam agama.

Rasulullah SAW mengatakan, anak-anak shaleh yang membaca Al-Qur’an dapat menjadi sebab dicabutnya bala dan azab yang sudah Allah tentukan atas sebuah keluarga atau masyarakat. Sebagiamana yang dikatakan Khudzaifah bin Yaman mengutip sabda rasulullah SAW,
“Sesungguhnya Allah akan menurunkan azab atas suatu kaum, dan hal itu sudah merupakan suatu ketetapan. Tapi tiba-tiba ada salah seorang anak dalam kaum tersebut membaca, “Alhamdulillahi rabbil alamin” Allah mendengarnya kemudian menunda azab itu selama 40 tahun.

Ibu Quddamah rahimahullah menasehati kita untuk mengingat dan menghargai waktu. “Ketahuilah, waktu hidupmu terbatas, nafasmu sudah terhitung. Setiap desah nafas akan mengurangi bagian dari dirimu. Setiap bagian usia adalah mutiara yang mahal, tidak ada bandingnya. Dan bisa berharga ribuan tahun dalam kenikmatan. Tapi sebaliknya, satu desah nafas bisa menciptakan kesengsaraan ribuan tahun.”

Jika engkau memiliki mutiara dunia, pasti engkau sangat terpukul saat mutiara itu hilang. Bagaimana engkau bisa menghilangkan mutiara akhirat dan kebahagiaanmu dengan menyia-nyiakan jam demi jam dan waktu-waktumu?. Bagaimana engkau tidak bersedih bila kehilangan usiamu tanpa ada yang bisa menggantikannya.

“Kematian hanya memisahkanmu dari dunia dan penghuninya. Tapi menyia-nyiakan waktu akan memisahkanmu dari Allah dan akhirat.

MENUJU CAHAYA HATI

Kelezatan Tidak Ada Bandingnya

“Berusahalah sekuat tenaga menekan hawa nafsu itu adalah kelezatan, kelezatan diatas kelezatan” (Ahli Hikmah)
“Manusia tetap manusia, bukan malaikat”

Setan adalah pemangsa orang yang lemah semangat, tidak percaya diri, tidak kuat kemauannya, condong mengikuti hawa nafsunya, dan mengendalikan kita ke arah yang ia kehendaki.

Perkataan Ali ra, menurutnya ada empat momen kebaikan tertentu yang paling berat dilakukan, yaitu :
-          Memaafkan ketika marah,
-          Menyumbang ketika Pelit (susah),
-          Menjaga diri dari dosa ketika sendirian, dan
-          Menyampaikan kebenaran pada orang yang ditakuti / diharapkan.
Ada satu cara untuk mengatasinya yaitu “Ke Ikhlasan”.

Benar ucapan Ibnu Jauzi rahimahullah “Barang siapa yang telah mengintip pahala (yang di tuai karena keikhlasan), niscaya menjadi ringanlah semua tugas berat itu”

Wujud ketulusan dari keikhlasan lain yang di miliki Ibnu Abbas, ia mengatakan “Bila aku mendengar berita hujan yang turun di suatu daerah, maka aku akan gembira, meskipun di daerahku tidak mempunyai binatang ternak dan rumput. Bila aku membaca suatu ayat kitabullah, maka aku ingin agar kaum mukmin semua memahami ayat itu seperti aku ketahui”. (Renungan)

Dai’ dan Mujahid Islam terkenal, Imam Hasan Al Banna mengatakan, “Ikhlas kunci keberhasilan”

Tidak menang kecuali tiga hal, “Kekuatan iman, kebersihan hati, dan keikhlasan mereka”

Bila sidah memiliki ketiga hal tersebut, maka engkau berpikir Allah akan mengilhamimu petunjuk dan bimbingan. Jika engkau beramal maka Allah mendukungmu dengan kemampuan dan keberhasilan.

Orang yang tidak ikhlas umumnya tidak selamat dalam perjalanannya. “Innama yata’at saru man lam yukhlish” (Hanya orang yang tidak ikhlas yang akan tergelincir)

Perkataan ahli hikmah tadi yang dikutip Syeh Ahmad Muhammad Rasyid, “Fi quwwati qahril hawa ladzdzah, taziidu ‘ala kuli ladzdzah

Berusaha sekuat tenaga menekan hawa nafsu itu adalah kelezatan, kelezatan diatas kelezatan.

Manusia tetap manusia, bukan malaikat. Karena itu Rasulullah mengucapkan do’a,

“Ya Allah, sesungguhnya aku adalah manusia, aku marah sebagaimana manusia marah. Maka siapa saja dari kaum muslimin yang merasa telah aku sakiti, aku caci, aku laknat, aku cambuk, jadikan itu sebagai do’a dan pembersih yang akan mendekatkannya kepada-Mu pada hari kiamat” (HR. Bukhari dan Muslim)
(Renungan)